Minggu, 17 Maret 2013

Peran kimia dalam kehidupan sehari-hari

PERAN ILMU KIMIA PANGAN DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI


PENDAHULUAN
Ilmu kimia terkait erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari urusan
sandang dan pangan, bahan bakar, obat-obatan sampai bahan konstruksi bangunan,
bahan industri elektronik dan bahan produk melibatkan ilmu kimia. Bahan- bahan
tersebut sebagian besar tidak diperoleh langsung dari alam tetapi merupakan hasil
pengolahan atau hasil sintesis dengan menggunakan ilmu kimia. Salah satu cabang ilmu
kimia yang berperan dalam kehidupan sehari-hari adalah ilmu kimia pangan. Kalau kita
mendengar kata-kata Ilmu Kimia pasti yang terlintas dibenak kita adalah suatu ilmu yang
susah untuk dipelajari. Yang terbayang pastilah serentetatn rumus-rumus kimia yang
susah dipelajari. Namun tidak demikian dengan Ilmu Kimia yang sebenarnya secara tidak
kita sadari sering kita gunakan terutama dalam pengolahan pangan.
Salah satu kebutuhan dasar manusia yang penting adalah pangan, disamping
papan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Dalam menghadapi masalah pangan perlu
disiapkan suatu sistem yang mantap. Secara garis besar, sistem pangan dapat dibagi
menjadi tiga subsistem yaitu subsistem produksi, pengadaan, dan subsistem konsumsi.
Penanganan pangan pada subsistem produksi dan konsumsi perlu ditangani lebih
intensif.
Kegiatan penanganan pangan memerlukan pengetahuan bahan, gizi, pengolahan
maupun kimia pangan. Adapun kegiatan penanganan tersebut sangat terkait dengan
teknologi pascapanen dan pengawetan pangan, agar diperoleh pangan yang mampu
bertahan lama dan juga mempunyai kandungan gizi yang baik untuk dimanfaatkan oleh
tubuh.

BAHAN PANGAN DAN ZAT GIZI
Agar tubuh manusia dapat tahan terhadap alam sekitar, serta untuk tumbuh dan
berkembang secara normal diperlukan zar gizi dalam jumlah yang cukup. Setelah
vitaman B12 ditemukan pada tahun 1948, maka telah dicatat sekitar 50 bahan kimia yang
dibutuhkan tubuh untuk hidup layak, utamanya secara biologi. Banyaknya setiap bahan
kimia tersebut harus dalam keadaan seimbang.
Sumber utama bahan pangan adalah tanaman dan hewan. Hal ini disebabkan
secara biokimia bahan dari hewan dan tanaman itu paling dekat dengan apa yang ada
dalam tubuh manusia.
Melalui reaksi biokimia telah dikenal bahwa karbon dioksida dari udara serta air
dari tanah yang diserap melalui akar dengan batuan sinar matahari melalui fotosintesa
akan menghasilkan karbohidrat. Zat terakhir ini dengan bantuan berbagai senyawa
lainnya melalui reaksi yang panjang akan menghasilkan berbagai pangan dari tanaman.
Seperti serialia, tepung dari pohon sagu, umbi-umbian, dan sayuran serta buah-buahan.
Tingkat ini biasa pula disebut tingkat pertama dalam hal menghasilkan bahan pangan.
Bila hasil pertanian tersebut diberikan kepada hewan atau ternak peliharaan maka
dagingnya, termasuk unggas dan ikan, disebut tingkat kedua. Tingkat ketiga ialah hasil
dari hewan itu sendiri seperti telur dan susu sebagai suber protein.
 
PENGOLAHAN PANGAN DAN GIZI
Bahan pangan, terutama pangan yang baru dipetik akan tetap melaksanakan
fungsi fisiologisnya antara lain seperti respirasi. Perubahan–perubahan pada bahan
pangan sebagian besar terjadi karena adanya reaksi kimia dalam bahan pangan karena
reaksi dari dalam bahan pangan itu sendiri atau akibat pengaruh lingkungan. Contoh
yang sering kita jumpai adalah: kalau kita memanen pisang, pisang kita tebang dalam
keadaan masih hijau (pisang sudah tua) jika kita biarkan begitu saja pisang tersebut akan
matang dengan sendirinya ditandai dengan perubahan warna pada kulit pisang menjadi
berwarna kuning, sedangkan pada tekstur buah akan menjadi lebih lunak dan berasa
manis. Kondisi tersebut adalah kondisi alami, keadaan tersebut disebabkan oleh reaksi
kimia dari dalam buah pisang itu sendiri, selain itu juga dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan seperti suhu yang akan memacu kematangan buah.
Pemanenan akan menyebabkan suplai yang melalui penyerapan akar terputus.
Oleh karena itu akan cepat sekali rusak, yang dapat menyebabkan nilai gizinya
berkurang. Laju proses kerusakan akan dapat cepat atau lambat, tergantung pada
beberapa faktor. Kadar air yang tinggi pada bahan segar dinilai menyebabkan kerusakan
yang cepat. Kandungan air yang tinggi akan memacu proses biologis yang dapat
meneyebabkan kerusakan seperti pada sayuran dan daging. Berbeda dengan biji-bijian
yang dalam keadaan kering akan tahan terhadap kerusakan, bahkan dapat disimpan
sampai lebih daripada satu tahun.
Berbagai vitamin juga akan cepat rusak setelah dipanen, terutama vitamin C.
Vitamin A akan cepat teroksidasi, begitu pula pada vitamin E. Vitamin D peka terhadap
oksigen dan cahaya.
Proses pengolahan itu sendiri akan dapat mengurangi nilai gizi bila dibandingkan
dengan keadaan segar. Makin banyak tingkat pengolahan nilai gizi akan semakin banyak
berkurang. Demikian pula kalau makin lama diolah.
Reaksi enzimatis, serta perubahan kimia dalam bahan hasil pertanian merupakan
penyebab utama kerusakan. Mikrobia dianggap merupakan penyebab susut utama, baik
kualitas, maupun kuantitas bahan hasil pertanian. Kegiatan enzimatis akan berlangsung
pada kandungan air yang tinggi, serta suhu yang cocok untuk kegiatan suatu enzim.
Reaksi kimia akan berlangsung pada kadar air yang tinggi. Faktor suhu sangat penting
dalam menyebabkan kerusakan pangan. Sesuai dengan hukum vant’ Hoff, bahwa
kenaikan suhu 10 °C akan menyebabkan reaksi berlipat dua kecepatannya, tetapi akibat
pengerusakannya bisa lebih, misalnya pada sayur dan buah-buahan sampai 2,5 kali.
Berdasarkan pola pikir di atas, maka langkah awal dalam pengawetan, yang juga
termasuk pengolahan bahan pangan hasil pertanian ialah memanipulasi keadaan sekitar
agar tidak cocok untuk ketiga penyebab utama di atas. Untuk dapat melakukan
pengolahan yang tepat terhadap suatu bahan pangan kita haruslah mengetahui
karakteristik dan sifat bahan pangan itu sendiri, terutama sifat kimia dari bahan.
Suatu contoh mengapa gula lebih cepat larut pada air panas? pada dasarnya hal
itu disebabkan oleh sifat kelarutan padatan dalam cairan yang akan meningkat seiring
dengan peningkatan suhu; dan itu berlaku sebaliknya. Padatan akan semakin mudah
larut dalam pelarut yang memiliki temperatur yang lebih tinggi. Selain karena efek
kelarutan, temperatur yang tinggi berfungsi sebagai pemasok energi pelarutan yang
digunakan agar padatan larut dalam air. Sumber energi lain yang biasa Anda gunakan
sehari-hari tentunya ialah energi dari tangan Anda. Contoh tersebut sering kita jumpai
sehari-hari ketika kita membuat minuman panas dengan menambahkan gula di
dalamnya.

DIVERSIFIKASI PANGAN
Penganekaragaman pangan (diversifikasi pangan) merupakan jalan keluar yang
saat ini dianggap paling rasional untuk memecahkan masalah pemenuhan kebutuhan
pangan (khususnya sumber karbohidrat). Melalui penataan pola makan yang tidak
tergantung pada satu sumber pangan, memungkinkan masyarakat dapat menetapkan
pangan pilihan sendiri, membangkitkan ketahanan pangan keluarga masing-masing,
yang berujung pada peningkatan ketahanan pangan nasional.
Masalah pangan dalam negeri tidak lepas dari persoalan beras dan terigu.
Meski di beberapa wilayah, penduduk masih mengkonsumsi pangan alternatif gaplek,
beras jagung, sagu ataupun ubi jalar, tetapi fakta menunjukkan bahwa terigu lebih
adaptif dan adoptif daripada pangan domestik tersebut. Gejala ini bukan saja bagi
golongan menengah ke atas, tetapi kalangan bawah pun sudah terbiasa menyantap
mie, jajanan, roti atau kue yang semua berbasis terigu.
Masalah diversifikasi konsumsi pangan bukan tanggung jawab sekelompok
orang saja, tetapi merupakan masalah dan tanggung jawab kita bersama sebagai warga
negara. Lantas siapa yang harus memulainya? Tentu saja jawabannya adalah keluarga
sebagai unit masyarakat terkecil. Tanpa kita sadari, sebenarnya orang yang paling besar
peranannya dalam menyukseskan program diversifikasi konsumsi pangan adalah ibu
rumah tangga. Kebiasaan memperkenalkan nasi atau bubur beras sejak bayi, lambat
laun akan menjadi pola anutan yang bersifat turun-temurun dan sulit untuk bisa diubah.
Kebiasaan tersebut perlahan tetapi pasti akan berubah menjadi suatu budaya
bangsa. Orang merasa belum makan dan belum kenyang apabila belum makan nasi.
Budaya makan nasi telah melekat kuat di hampir seluruh masyarakat Indonesia, ke mana
pun mereka pergi. Bahkan bila berada di luar negeri sekalipun, selama masih dapat
memilih, kita akan tetap makan nasi ketimbang roti, hamburger, hotdog, pizza, dan lainlainnya.
Hanya secara insidental kita menyukai makanan-makanan selain nasi. Dan celakanya hal
itu sering dianggap sebagai makanan selingan.
Langkah awal diversifikasi konsumsi pangan adalah memperkenalkan beragam
bahan makanan sedini mungkin, yaitu sejak masa bayi dan kanak-kanak. Kita harus
menyadari bahwa Tuhan telah menciptakan beragam makanan untuk dinikmati, tanpa
membeda-bedakannya satu sama lain. Dari sudut gizi pun, Tuhan telah menciptakan
bahwa setiap bahan pangan memiliki komposisi dan jumlah zat gizi yang berbeda-beda.
Mungkin dengan maksud agar manusia kreatif untuk menggabung-gabungkannya dalam
upaya mencapai konsumsi gizi yang tepat dan seimbang.
Tidak ada satu pun di dunia ini makanan tunggal yang memiliki semua unsur gizi
yang diperlukan tubuh dalam jumlah dan komposisi gizi yang ideal. Hanya ASI (air susu
ibu) yang mempunyai komposisi gizi yang sangat lengkap, itupun hanya berlaku bagi bayi
yang berusia sampai empat bulan. Di atas usia tersebut, bayi harus sudah mulai
diperkenalkan dengan bahan makanan lain, yaitu MP-ASI (makanan pendamping air
susu ibu).
Ada dua manfaat sekaligus yang diperoleh oleh pemberian MP-ASI. Pertama
untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi yang kian meningkat jumlahnya, sehingga tidak
dapat lagi dipenuhi hanya dari ASI. Kedua, mulai melatih anak mengenal berbagai
bahan makanan sedini mungkin, sehingga nantinya anak menjadi tidak susah makan
dan tidak rewel dalam urusan makanan. Kesempatan emas inilah yang harus mampu
diisi dan dimanfaatkan dengan baik oleh para ibu, untuk memulai kegiatan diversifikasi
konsumsi pangan.
Ditinjau dari potensi sumberdaya wilayah, sumberdaya alam Indonesia memiliki
potensi ketersediaan pangan yang beragam, dari satu wilayah ke wilayah lainnya, baik
bahan pangan sumber karbohidrat, protein, lemak, vitamin maupun mineral. Pangan
sumber karbohidrat biasanya berasal dari serealia, umbi-umbian, dan buah-buahan.
Untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi penduduk Indonesia yang hidup dalam
lingkungan yang majemuk dan memiliki anekaragam kebudayaan dan potensi sumber
pangan spesifik, strategi pengembangan pangan perlu diarahkan pada potensi
sumberdaya pangan wilayah.
Untuk dapat melakukan diversifikasi pangan perlu dikuasai kemampuan
mengetahui karakteristik bahan terutama sifat-sifat kimia suatu bahan. Sehingga
mampu tercipta beberapa makanan yang beraneka ragam dan berasal dari bahan
pangan sumber yang beraneka ragam pula. Contoh : berbagai makanan yang berasal
dari sukun, ubi jalar, pisang, jagung, dll.

TEKNOLOGI PANGAN
Teknologi pangan dapat dimulai dari lapangan atau sawah, kalau diambil sebagai
contoh padi. Ladang atau tegalan untuk umbi-umbian dan kacang-kacangan. Teknologi
dapat juga dimulai dari pemilihan bibit serta cara pembibitan, kemudian penanaman serta
pemeliharaan. Pengertian ini tidak berlebihan karena pada setiap tingkat itu akan
menggunakan teknologi yang sesuai dengan peruntukannya. Tetapi yang umum ialah
sejak dipanen, pengolahan, sampai dihidangkan.
Penggunaan teknologi pada setiap tingkat itu akan dapat diharapkan terjaminnya
hasil daripada tanpa penggunaan teknologi, serta hasil yang jauh lebih banyak. Istilah
terakhir ini memberikan pengertian bahwa penggunaan teknologi dalam produksi pangan
akan meningkatkan hasil, sehingga hasil lebih banyak yang dapat menjamin salah satu
faktor ketahanan pangan.
Teknologi pangan sangat erat hubungannya dengan terjaminnya mutu hasil.
Teknologi yang baik akan memperkecil kehilangan atau susut saat pengolahan. Pada
setiap tingkat pengolahan hendaknya dibarengi dengan kendali mutu, atau ”quality
control” sehingga terjamin bahwa hasil sesuai dengan mutu yang diharapkan. Sebagai
salah satu contoh ialah dilapangan pada petanaman padi di sawah. Sebelum panen
sebidang tanah harus diawasi sehingga hasilnya nanti terjamin, yaitu tidak akan hadir
gangguan yang disebabkan oleh berbagai hama dan penyakit.
Pada saat panenpun demikian pula, hendaknya pengawasan mutu diperhatikan.
Pergunakanlah alat yang cocok untuk pemakaiannya, serta tempat yang bersih.
Menjemur gabah di jalan-jalan merupakan tindakan yang tidak akan menghasilkan gabah
yang terjamin mutunya. Gabah disimpan dengan kadar air yang rendah serta tempat
yang baik, bebas dari gangguan.
Tempat penyimpanan yang salah akan menyebabkan kerusakan pada bahan
pangan. Kerusakan tersebut antara lain karena (i). Makhluk hidup, seperti tikus,
serangga, jamur dan bakteri, karena akan memakan bahan pangan yang disimpan,
disamping menimbulkan kerugian karena kotoran, dan sisa-sisa bahan yang dimakan;
(ii). Aktivitas biokimia dalam bahan pangan tiu sendiri, seperti respirasi, terbentuknya
warna coklat serta timbulnya kelainan bau bahkan tengik; dan (iii). Kerusakan karena fisik
atau mekanis, antara lain terhimpitnya bahan sehingga pecah, serta saat pemindahan
yang kurang hati-hati.
Ruangan penyimpanan akan mempengaruhi umur simpan bahan pangan yang
sekali gus akan mempengaruhi ketahanan pangan. Suhu, kelembaban dan komposisi
udara ruangan penyimpanan merupakan tiga faktor yang perlu diperhatikan. Cara
pengangkutan, pengemasan yang kurang hati-hati juga menyebabkan bahan cepat
rusak.
Pengolahan bahan pangan dilaksanakan karena tiga alasan, yaitu (i). Menyiapkan
makanan untuk dihidangkan, (ii). Membuat hasil baru yang dikehendaki, baik dilihat dari
segi fisik maupun kandungan kimianya, termasuk pengayaaan akan zat gizi, dan (iii).
Mengawetkan, mengemas dan menyimpan. Dari ketiga alasan tersebut yang erat
hubungannya dengan ketahanan pangan adalah yang ketiga. Pengawetan yang diikuti
dengan pengemasan yang memadai akan menyebabkan bahan tidak cepat rusak.
Sehubungan dengan tujuan pengawetan, maka dikenal enam cara utama, yaitu:
1. Pengurangan air dalam bahan pangan (pengeringan, dehidrasi, evaporasi, atau
pengentalan)
2. Pemanasan (blanching, pasteurisasi, dan sterilisasi)
3. Penggunaan suhu rendah (pendinginan, pembekuan)
4. Perlakuan kusus (fermentasi, dan pemberian additif asam; gula, garam)
5. Pemberian senyawa kimia
6. Iradiasi

PEMBERIAN SENYAWA KIMIA
Diantara cara-cara pengawetan tersebut di atas pemberian senyawa kimia sering
dipakai, walaupun kadang-kadang terjadi kesalahan. Cara yang paling sederhana dan
dapat dipraktikkan ialah pemberian garam, asam dan gula. Tidak sedikit bahan pangan
setelah perlakuan tadi kemudian dikeringkan, atau diasap.
Perlakuan khusus dengan senyawa kimia, biasa pula akan berdampak pada
hasil yang diperoleh. Dampak yang diharapkan adalah sebagai berikut:
1. Bahan kimia yang dapat meningkatkan hasil bahan dasar. Contohnya ialah pestisida,
dan pemupukan. Pestisida akan hama, baik dilapangan maupun digudang.
Pemupukan akan meningkatkan hasil panen;
2. Bahan kimia yang mampu mencegah kerusakan. Pandangan ini berdasarkan
kenyataan dilapangan bahwa kerusakan pangan karena kegiatan mikrobia, aktivitas
enzim, dan reaksi biokimia. Pemberian senyawa penghambat akan dapat mencegah
proses pengerusakan tersebut. Oksidasi minyak akan menyebabkan minyak menjadi
tengik, sehingga ditolak konsumen. Pemberian antioksidant akan mencegah oksidasi
tersebut. Pemberian vitamin C dan isoaskorbat akan mencgah kerusakan warna pada
berbagai produk yang disimpan dalam bentuk dingin. Demikian juga pemberian
”chelating agent” untuk mengikat berbagai unsur yang memacu oksidasi.
3. Bahan kimia dapat juga mempengaruhi cita rasa pada bahan pangan seperti
”essence”.
4. Bahan kimia yang mampu memperbaiki kenampan pada pangan, seperti pada roti.
Pengunaan senyawa khlorin dan pemucat telah banyak dipakai;
5. Bahan kimia yang dapat merubah atau memperbaiki tekstur pangan. Contohnya ialah
pemberian monoglyserida dan digliserida pada adonan roti.
6. Bahan kimia yang mampu meningkatkan nilai gizi pangan, seperti pemberian vitamin
dan mineral. Saat penggilingan banyak kehilangan vitamin dan mineral untuk itu perlu
ditambahkan pada bahan pangan agar bila dikonsumsi tidak meyebabkan
kekurangan gizi. Pada saat sekarang ini konsumen beras memperolehnya dari heler
baik yang mobil atau tempat tetap. Heler ini bekerja memecah kulit gabah, kemudian
kulit ari yang tertinggal dikikis. Lapisan aleuron yang kaya akan vitamin dan berbagai
garam mineral tidak ada lagi. Konsumsi beras jenis ini dalam jumlah yang banyak,
tanpa disertai pangan lain akan menyebabkan kekurangan berbagai vitamin, seperti
vitamin B1. Kekurangan vitamin ini akan meneyebabkan pertumbuhan pada bayi
terhambat, dan kelak akan menjadi anak yang kurang pintar. Masalah ini harus
diatasi dengan pemberian gizi berimbang;
7. Bahan kimia yang dipergunakan pada prosesing makanan. Bahan yang akan
difermentasi haruslah diberi perlakuan khusus.
8. Bahan kimia yang mempermudah pengemasan. Senyawa kimia diberikan pada
bahan pengemas sehingga menjadi lebih elastis. Bahan yang elastis akan dapat
dibentuk sesuai keinginan.
Pada pemberian senyawa kimia haruslah diingat efek yang dapat ditimbulkan dari
bahan kimia tersebut terhadap kesehatan manusia. Hendaknya dipergunakan senyawa
kimia sesuai dengan peraturan dan ketentuan pemakainannya.

PENUTUP
Dari paparan diatas dapat kita ketahui bahwa ilmu kimia pangan sangat berperan
dalam kehidupan sehari-hari terutama terkait dengan pengetahuan bahan pangan dan
gizi, pengolahan, teknologi, pengawetan pangan, diversifikasi pangan dan penggunaan
senyawa kimia sebagai bahan tambahan makanan. Ilmu kimia bukan merupakan ilmu
yang sulit dipelajari dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Ilmu kimia
pangan sangat terkait dengan perkembangan teknologi pangan terutama untuk
memperoleh nilai tambah pada produk pangan melalui pengolahan pangan.